Saat ini, belanja secara online sudah tidak asing bagi masyarakat Indonesia, banyak situs jual beli online bermunculan untuk berlomba memanjakan para konsumen dengan berbagai rayuan, baik dengan fasilitas kemudahan pengiriman, jaminan barang berkualitas, dan tawaran harga yang menggoda. Namun, tidak semua platform jual beli online mampu memberikan jaminan keamanan dan kenyamanan, baik bagi pelanggan maupun pemilik usaha.
Salah satu situs jual beli online dengan branding kuat dan dipercaya luas oleh masyarakat adalah Bukalapak. Platform ini telah memiliki lebih dari 4,5 juta tenant serta 70 juta pengguna aktif bulanan, dengan rata-rata dua juta transaksi per hari. Pada tahun 2018, Bukalapak juga resmi menjadi unicorn keempat asal Indonesia, sebuah istilah bagi startup yang memiliki valuasi mencapai 1 miliar dolar AS.
Ide mendirikan Bukalapak, berawal saat salah satu foundernya yakni Achmad Zaky pulang ke kampung halamannya di Slagen. Ketika itu Zaky mengamati banyak tetangga yang memiliki usaha kecil, tapi pendapatannya masih sama dengan belasan tahun sebelumnya. Dengan memperhitungkan Inflasi, bisa dikatakan banyak usaha mereka yang mandeg, dan bahkan terancam tutup. Fenomena inilah yang kemudian menyentuh nuraninya,untuk mendirikan platform yang bisa membantu meningkatkan kualitas dan keberlangsungan hidup para pelaku usaha kecil menengah ini, yakni dengan cara memperbesar jumlah konsumen mereka yang stagnan, dan mengubungkannya dengan pangsa pasar yang jauh lebih luas, melalui jaringan internet.
Ide dari Zaky untuk menghubungkan pelaku usaha dengan konsumen secara online, memperoleh sambutan baik dari rekannya, Muhammad Fajrin Rasyid. Ditahun 2010, mereka kemudian membeli domain Bukalapak.com seharga 90 ribu rupiah dan memulai usaha e-commerce, dengan menjadikan kos-kosan sebagai kantor. Mereka kemudian mencoba mengajak para pedagang untuk bergabung di lapak online yang mereka rintis. Namun, dikarenakan saat itu masyarakat Indonesia belum terbiasa dengan konsep jualan secara online, mereka pun banyak mengalami penolakan, khusunya dari para pedagang di mall.
Bukalapak hampir sempat tutup
Respons positif, justru banyak diperoleh, saat konsep lapak online ditawarkan ke para pedagang kecil. Sejak itulah, Bukalapak benar-benar memfokuskan pasar mereka pada para pelaku bisnis UMKM yang belum berkembang. Dalam waktu yang terbilang singkat, Bukalapak mengalami pertumbuhan yang cukup memuaskan, di tahun 2011, sudah ada sekitar 10.000 pedagang yang bergabung di Bukalapak. Namun, bukan berarti permasalahan mereka selesai, status sebagai startup yang masih baru berdiri, membuat perusahaan ini sulit untuk mengundang talent yang berkualitas.
Masalah lainnya, adalah pemasukan yang masih kurang menjanjikan, sehingga berefek pada masa depan perusahaan yang tidak pasti. Kedua founder ini bahkan sempat ingin menutup Bukalapak. Syukurlah, saat mempertimbangkan nasib puluhan ribu pedagang yang sudah menggantungkan usaha mereka pada situs ini, Niat untuk menutup Bukalapak, urung terjadi. Sebuah keputusan yang terbukti tepat, karena beberapa waktu kemudian, salah satu perusahaan investor asal Jepang, tertarik untuk menanamkan modal sebesar 2 miliar di Bukalapak.
Tentu saja investasi ini membuat semangat Zaky dan timnya kembali bangkit. Dana hasil Investasi ini, selain digunakan untuk menyelesaikan masalah keuangan, juga dimanfaatkan untuk merekrut tim baru yang kompeten untuk mengembangkan perusahaan.
Seiring dengan berjalannya waktu, dan trend belanja online yang semakin memasyarakat, jumlah trafik pengunjung situs Bukalapak, menunjukkan peningkatan yang sangat pesat. Bukalapak pun menjelma menjadi perusahaan e-commerce besar yang sangat prospektif. Banyak investor, yang berlomba-lomba menanamkan modalnya untuk Bukalapak, mulai dari Aucfan, IREP, 500 Startups, Gree Ventures,hingga Asian Growth Fund. Hal inilah yang nantinya memuluskan langkah Bukalapak untuk menjelma menjadi salah satu unicorn di Indonesia.
Keberhasilan Bukalapak, tentu tidak bisa dilepaskan dari jasa kedua foundernya, yakni Achmad Zaky dan Muhammad Fajrin Rasyid. Achmad Zaky merupakan pria kelahiran sragen, 24 Agustus 1986. Ketertarikannya pada komputer, dimulai sejak duduk di bangku sekolah dasar. Keluarganya turut menyuburka hasratnya tersebut dengan menyuplai berbagai buku tentang komputer.
Semasa SMA, Zaky terpilih menjadi wakil sekolahnya di SMAN 1 Solo, untuk mengikuti Olimpiade Sains Nasional (OSN) di bidang komputer, dimana ia berhasil menjadi juara di tingkat nasional. Selulusnya dari SMA tahun 2004, Zaky kemudian berhasil masuk ke Institut Teknologi Bandung, dimana ia mengambil jurusan Teknik Informatika.
Selama menimba ilmu di ITB, Zaky sempat meraih beasiwa studi ke Oregon State University dari pemerintah Amerika Serikat selama dua bulan di tahun 2008, dan terpilih meakili ITB dalam ajang Harvard National. Model United Nation pada tahun 2009.
Sebelum mendirikan Bukalapak, Zaky sempat mendirikan perusahaan konsultasi bernama Suitmedia, dan membangun sistem IT di berbagai perusahaan besar. Pengalaman berharga ini yang kemudian menjadi salah satu kunci suksesnya membesarkan Bukalapak.
Sebagai kelanjutan dari rencana jangka panjang dan regenerasi di Bukalapak, di tahun 2019, Zaky kemudian melepaskan posisi sebagai CEO Bukalapak, dan menjalankan peran sebagai pendiri sekaligus penasihat.
Adapun Muhammad Fajrin Rasyid, merupakan teman seangkatan Zaky di ITB. Fajrin berhasil lulus dari ITB tahun 2008 dengan predikat SUmma Cumlaude (IPK 4.0). Selepas lulus, Fajrin bekerja di The Boston Consulting Group sebagai konsultan bisnis selama lebih dari satu tahun. Fajrin Sempat membantu Zaky dalam mengembangkan Suitmedia, dan kemudian bekerja paruh waktu membantu mengurus keuangan Bukalapak,sebelum akhirnya memutuskan keluar dari posisi mapan di The Boston dan memilih untuk sepenuhnya membangun Bukalapak.
Di tahun 2020, Fajrin melepas jabatannya sebagai Presiden Bukalapak, dan kemudian dipercaya menjadi Direktur Digital Business PT. Telkom Indonesia (Persero) TBK.
0 Komentar :