Bitreadpedia--Berdasarkan data yang dirilis BPS pada 2018, 5 provinsi di Indonesia dengan minat bacaan paling rendah adalah Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara, Barat, Papua, Papua Barat, dan Sulawesi Utara.
Di sisi lain seperti yang kita ketahui bahkan di ranah global pun Indonesia berada di ranking hampir paling bawah.
Sejalan dengan upaya meningkatkan minat baca untuk itu pemerintah, komunitas, hingga penggiat literasi terus menggaungkan isu dan menggagas program yang diharapkan dapat menularkan minat baca.
Belakangan, kegiatan yang sering dicanangkan dan tidak asing kita temui adalah pameran buku yang memiliki sasaran kota-kota besar dengan menjual buku import dan festival literasi yang menghadirkan penulis-penulis top kenamaan.
Tentunya peningkatan literasi tidak melulu soal seberapa banyak warga Indonesia membaca, namun lebih dari hal tersebut salah satunya mencakup tentang bagaimana pengelolaan perpustakaan yang semestinya menjadi tempat utama keberlangsungan menggelorakan budaya literat.
Salah satu contoh perpustakaan yang bisa kita contoh untuk melanggengkan nilai-nilai ini yaitu Goethe Institute.
Goethe Institute adalah lembaga nonprofit yang beroperasi di seluruh dunia, untuk mempromosikan pembelajaran bahasa Jerman dan kebudayaan Jerman serta mendorong perubahan dan relasi antar budaya ke arah positif di negara bersangkutan.
Di Indonesia sendiri Goethe Institute terdapat di 3 kota, yaitu Jakarta, Bandung, dan Surabaya.
Perlu digaris bawahi bahwa lembaga ini tidak hanya menawarkan kursus bahasa Jerman, namun juga ada pelayanan perpustakaan yang bisa diakses oleh masyarakat secara umum.
Cara Unik Goethe Institute Menghidupkan Perpustakaan
Meskipun buku-buku yang ada di sana sebagian besar adalah buku berbahasa Jerman dan Inggris, namun Goethe Institute memiliki cara yang unik untuk menghidupkan perpustakaan menjadi tempat yang asyik untuk didatangi oleh berbagai kalangan.
Sehingga bisa mengubah framing atau perspektif perpustakaan tidak kaku seperti yang biasanya dibayangkan. Contohnya Goethe Institute Bandung pernah menginisiasi proyek bernama “Kota Kita Nanti” yang pernah bekerja sama dengan seniman asal Bandung pula bernama Keni Soeriaatmadja dan Artarti Sirman.
Kemudian hasil akhirnya adalah buku yang berisi bagaimana rekaman dan harapan Kota Bandung di masa depan, setelah itu buku ini diluncurkan di perpustakaannya sendiri dengan berupa kegiatan pameran.
Kegiatan yang diluncurkan oleh Goethe Institute tidak hanya untuk meningkatkan total pengunjung perpustakaan, namun juga sebagai jembatan untuk mengetahui karya-karya orang berbakat, karena sering berkolaborasi dengan seniman-seniman asli dari Kota Bandung.
Jika kita tarik mundur untuk melihat urgensi menjadikan masyarakat Indonesia berbudaya literasi, tolak ukurnya adalah ketika Islam pernah meraih masa kejayaan pada abad ke-8 berkat tingginya tingkat literasi dan kemajuan ilmu pengetahuannya.
Hingga abad ke-13 bangsa Mongol menyerang ke Baghdad dan melakukan pembantaian besar-besaran serta membumihanguskan perpustakaan, dan semenjak itu pula peradaban Islam mulai menurun.
Untuk itu narasi ini bukan hanya sekadar cerita belaka, namun bisa dijadikan pembelajaran dan semangat yang luas untuk membangun dan menghidupkan kembali perpustakaan.
Penulis: Putri Maudina
0 Komentar :