Ibarat 'Kue Lapis', Kondisi Literasi Indonesia Kian Menipis

Ibarat 'Kue Lapis', Kondisi Literasi Indonesia Kian Menipis
Ilustasi Kondisi Literasi Rendah: Kolase Freepik

Bitreadmedia--"Saya memang seorang penulis pecinta kue lapis, pena dan kertas kian hari kian menipis sebab ada saja yang digoreskan di atasnya, apalagi kalau bukan tulisan tentang kegiatan harian saya yang penuh dengan warna "  

Ibarat kue lapis manis yang saya sukai, bahasa dan literasi yang saya cintai pun begitu rasanya. Kian hari semakin menipis di makan oleh zaman, manis tentu saja namun apakah saya membiarkan itu habis begitu saja? tentu TIDAK !!!. bahasa dan literasi bagi saya adalah nafas kedua setelah tuhan memberikan nikmat bernafas lahiriyah kepada saya. 

Tidak dapat di pungkiri bahwa ini bukan perihal kue lapis manis kesukaan saya, namun ini tentang bahasa dan literasi yang hampir punah dan sedikit demi sedikit mulai habis.

Di era globalisasi saat ini tidak jarang kita temui pemuda yang melenyapkan bahasa yang baik dan benar menjadi bahasa yang nyeleneh dan tidak sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar. 

Miris memang dengan pernyataan di lapangan seperti itu adanya, mendengar perkataan yang mereka ucapkan tidak di perhatikan, dalam hal gaya bahasa dan makna dari bahasa yang mereka ucapkan itu. 

Sudah seharusnya kita sebagai warga Indonesia tercinta menggunakan bahasa yang baik dan benar, sehingga itu juga dapat mencerminkan nilai moral yang baik dalam pergaulan antar sesama masyarakat.

Dengan menggunakan bahasa yang baik itu maka akan tersampaikan baik pula maksud dari ucapan tersebut kepada si penerima ucapan. Sehingga tidak adanya kesalah pahaman dalam menyampaikan pesan berbalut kata. 

Dalam berliterasi pun pemuda Indonesia sudah seharusnya memiliki kekreativitasannya dalam menciptakan suatu karya yang menggugah daya tarik pemuda indonesia lainnya untuk bersama-sama melestarikan literasi indonesia tercinta. 

Pemuda sudah seharusnya melek dengan literatur yang dapat menjadi akar ke kreativitasan dalam menginspirasi muda-mudi indonesia dalam hal kesusastraan dan lain-lainnya. 

Tingkatan minat baca yang rendah, perlu adanya inovasi baru untuk membenahi kemerosotan literasi Indonesia ini, salah satunya dengan menerapkan one day one book untuk di baca ketika sebelum kegiatan KBM di mulai pada pelajar seluruh Indonesia.

Dengan keterbiasaan seperti itu maka, akan menjadikan habits yang bermanfaat untuk meningkatnya literasi indonesia. 

Minat Literasi Rendah

Literasi merupakan hal yang sangat penting karena akan mencerminkan maju atau tidaknya sebuah peradaban baru dalam setiap negara, seperti Indonesia yang kemampuan literasinya berdasarkan hasil skor PISA (Proramme For International Student Assessment) tahun 2018 sangatlah memprihatinkan, Indonesia berada di peringkat 70 dari 78 negara yang masuk ke dalam organisasi OECD dalam hal membaca.  

Melihat data tersebut menjadi tamparan bagi diri sendiri dan seluruh masyarakat Indonesia. Di zaman serba canggih teknologi dan penggalian informasi yang begitu mudah didapat namun tidak memiliki arti dan tidak disambut baik .

Zaman digital sekarang ini harusnya dapat lebih mudah dan cepat dalam meningkatan budaya literasi di setiap tempat.

Dengan meningkatkan budaya literasi akan berpengaruh baik terhadap kecakapan seluruh masyarakat Indonesia untuk bernalar dan berpikir kritis terhadap kehidupa sehari-hari, khususnya menghadapi tantangan globalisasi. 

Bahasa  memiliki  fungsi  yang  sangat  penting  dalam  menyatukan  Bahasa, karena  suatu masyarakat  akan  merasa  menjadi  satu  komunitas  ketika  mereka  menggunakan  Bahasa  yang sama. 

Dan  pada  akhirnya  para  pemuda  Indonesia  setuju  untuk  memakai  Bahasa  Indonesia ditetapkan sebagai Bahasa persatuan pada kongres pemuda kedua.  

Bahasa Indonesia memiliki dua  jenis  implitasi  yang  sangat  mempunyai  dampak  penting  bagi  bangsa  Indonesia  yaitu implitasi praktis dan implitasi politis.

Implitasi praktis bahasa Indonesia pada bangsa Indonesia adalah dengan adanya bahasa Indonesia, seluruh masyarakat Indonesia yang mempunyai keberagaman suku, ras, dan budaya akhirnya mempunyai satu Bahasa yang bisa digunakan sebagai alat berkomunikasi sehari hari. Entah  itu  untuk  kepentingan  perdagangan  atau  menjalin  kerjasama  antar daerah.  

Bahasa Indonesia  bisa  dipakai  sebagai  alat  pemersatu  bangsa.  Lalu  selain  itu  juga,  Bahasa  Indonesia mempunyai   implitasi   politis   yaitu   ketika  masyarakat   Indonesia   menggunakan   Bahasa Indonesia  untuk berkomunikasi  dengan  sesama,  maka  masyarakat  Indonesia  akan  semakin merasa menjadi satu kesatuan.

Karena orang orang yang mempunyai Bahasa yang sama untuk berkomunikasi  satu  dengan  yang  lain  akan  merasa  mempunyai  Indentitas  yang sama  dan merasa berada di komunitas yang sama pula. 

Era  globalisasi  membawa  banyak  dampak  terhadap  tatanan  hidup  bermasyarakat  di Indonesia,  salah  satunya  ialah  penggunaan  Bahasa  dalam  berkomunikasi  sehari-hari. 

Bangsa Indonesia menggunakan Bahasa persatuan yaitu Bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia sebagai identitas bangsa harus dilestarikan dan dijaga bersama. Identitas bangsa menunjukkan jati diri bangsa,  oleh  sebab  itu,  kita  harus  melindungi  jati  diri  bangsa  supaya  tetap  utuh.

Dalam  isi sumpah pemuda yang dideklarasikan pada tanggal 28 Oktober 1928, dinyatakan bahwa Bahasa Indonesia   merupakan   Bahasa   persatuan   bangsa kita.   

Para   pemuda   dan   pemudi   yang merupakan  generasi  penerus  bangsa  yang  seharusnya  turut  berperan  dalam  melindungi  dan menjaga Bahasa Indonesia dalam era globalisasi ini. Bahasa  Indonesia  dapat  dilestarikan  di  dalam  kehidupan  sehari-hari. 

Kita  Tidak  perlu melakukan hal yang menyusahkan, kita dapat mulai dari berkomunikasi di media sosial dengan menggunakan  Bahasa  Indonesia.  Generasi  muda  bisa  dengan  membuat  karya  tulis  secara online,  mengikuti  lomba  lomba  penulisan  nasional,  dan  mengikuti  seminar  nasional  guna meningkatkan rasa cinta dan rasa ingin tahu terhadap Bahasa Indonesia yang merupakan jati diri kita semua sebagai Bangsa Indonesia. 

Dengan hal yang teruraikan tadi di atas itu, bahwa betapa era digital pada masa sekarang ini patutlah di manfaatkan dengan sebijak mungkin, dan di perlakukan dengan baik sesuai dengan fungsi darinya.

Sehingga bahasa dan literasi tidak koyak tercabik oleh zaman, bahkan kita lah muda-mudi indonesia yang bergerak untuk berkontribusi membuat gagasan dan gerakan baru untuk mempertahankan bahasa dan literasi negeri kita ini.

Dengan cermat memilih dan memilah hal apa saja yang membuat literasi indonesia ini berkembang dan hal-hal apa saja yang mesti di berantas untuk menghindari ketidak sempurnaan literasi kita saat ini. 

Tidak beda pula adanya literasi dengan adanya kue lapis manis yang ada di piringku setiap paginya, setiap kali ia terlahap habis olehku, setiap itu pula literasi akan ku jaga agar tidak terlahap oleh perkembangan zaman.

Pikirku bahkan adanya pergantian zaman ini memberikan dampak positif terus teruntuk bahasa dan literasi di indonesia ini, sebagai tuan budaya yang sangat kental keberagaman bahasanya. 

Perbedaan antara kue lapis manis dengan literasi itu sangat tipis sekali, kalau kue lapis manis jika di makan dan di habiskan maka akan sedap rasanya dan membuat kenyang siapapun yang sedang lapar, tapi jikalau literasi jika di makan habis maka akan membuat jiwa kering kerontang dan mungkin kelaparan bahkan akan membuat dehidrasi siapapun yang sudah mendarahdaging misalnya di dalam jiwa seorang penulis.   

Jadi, intinya adalah literasi yang kini sudah ada dan tetap bertahan di ambang zaman milenial ini hendaknya kita jaga bersama dan pertahankan dengan semaksimal mungkin, alangkah lebih baiknya jika kita semaikan benih terus menerus kepada jiwa-jiwa muda indonesia untuk senantiasa memberikan aspirasi dan inovasi baru dari jiwa mudanya. Literasi ini adalah panggilan jiwa untuk menuai hasil yang sangat memuaskan nantinya. 

Apalah daya jika kita hidup jauh dengan ilmu pengetahuan makan jiwa kita akan kerontang layaknya tanaman yang tak di sirami beberapa bulan dan bahkan ada saja yang mati. Kita tidak ingin bukan.

Maka kita bersamalah untuk memperjuangkan budaya literasi yang tinggal kita teruskan saja jejak perjalanannya, kita rangkai jejak literasi yang terdahulu telah semaikan oleh eyang literasi kita tercinta. 

Sekarang di zaman ini bukan waktunya untuk berleha-leha dan mengabaikan budaya literasi kita, melainkan memperjuangkan dan menyuarakan kembali literasi Indonesia kita tercinta. Tanpa pamrih daan mengharap materi. 

Penulis: Anissa Rosalia

 


Baca lainnya

0 Komentar :

Anda belum bisa berkomentar, Harap masuk terlebih dahulu.